Mengenai Saya

Foto saya
Lumajang, jawa timur, Indonesia
manaf adalah seorang pengembara yang terlahir 25 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 07 april 1983

Jumat, 14 November 2008

Jumat, 09 Mei 2008

Bener Nggak sih Kenaikan Harga BBM Bikin Orang Miskin>?

Saat ini sedang ramai diributkan isu kenaikan BBM untuk kedua kalinya dalam tahun ini. saya cuma ingin menegaskan bahwa kenaikan BBM bukanlah sesuatu yang bisa ditawar-tawar. Jika kita ingin Indonesia bangkit, maka subsidi BBM perlu dihapus! Itulah beberapa patah kata yang sempat di tulis www.priyadi.net.

Kalau di pikir-pikir memang iya, bayangkan saja, gara-gara kabar kenaikan BBM respon orang yang meng - atas namakan rakyat begitu keras. Sampai akhirnya berdemolah, protes lah dan lain sebagainya. Padahal jika kita mau memanfaatkan waktu yang sempit ini dengan bekerja keras dan mencari rizkinya ALLAH SWT. saya yakin kenaikan BBM itu tidak ada artinya daripada demo berhari-hari menelantarkan anak dan istri. Kecuali demonya itu bisa di kategorikan termasuk mencari rizkinya Allah (demo pesanan).

Kenaikan harga BBM adalah hal yang niscaya tidak perlu untuk di tawar-tawar lagi, mengapa demikian? Yang pertama; minyak adalah kekayaan alam yang tidak dapat di perbaharui, akan tetapi manusia hanya bias untuk menyiasati saja agar tidak gabis. Ke dua; kebutuhan Indonesia terhadap minyak itu lebih besar dari pada tersedianya minyak yang ada, jadi mau tidak mau, Indonesia harus mengikuti Negara yang mempunyai minyak. Ketiga: sementara minyak Indonesia tidak mencukupi kebutuhan, tidak adanya pengelolaan minyak dalam negeri seefisien mungkin, udah tidak cukup boros lagi, itu kan logika yang keliru bukan? Apa lagi minyak dalam negeri di lempar ke luar negeri…

Yang perlu di permasalahkan dalam persoalan ini adalah mekanisme kenaikan harganya, dampak kenaikan harga minyak dengan kemiskinan, kesejahteraan dan tetek bengeknya itu. Masalah kemiskinan itu tidak bisa di ukur dengan harga minyak. Buktinya……semakin tinggi harga BBM, semakin banyak kendaraan bermotor dijalan-jalan. Bahkan yang berpenghasilan dibawah 450.000,- pun memiliki kendaraan yang berbahan bakar itu. Ini fenomenal kan? Artinya, bukan kenaikan harga BBM sebetulnya yang menjadi permasalahan berikutnya, akan tetapi bagai mana cara membeli BBM tersebut.

Sangat sederhana sekali, jika mempunyai uang, mustahil mempersoalkan kenaikan harga BBM, nah masalah berikutnya adalah Indonesia adalah tempat yang sangat sulit untuk mencari dan mendapatkan uang,jadi tidak heran banyak orang Indonesia lari ke luar negeri. Toh bukan masalah kenaikan harga BBM kan?

Jika Negara hari ini mampu mensubsidi usaha menengah kebawah termasuk home industri, saya pikir seluruh rakyat Indonesia sejahtera. Itulah sedikit konsep jalanan yang pernah penulis dengar. Artinya bukan mensubsidi pertamina.

Pertanyaanya kamudian adalah, mengapa kenaikan harga BBM itu di permasalahkan? Padahal semuanya sudah jelas, kenaikan harga BBM dengan kemiskinan, kesejahteraan itu tidak ada hubungannya. Atau jangan-jangan, ribut karena tidak dapat jatah anggaran lebih?

Satu persoalan indo nesia tidak pernah sukses dalama misinya, yaitu, pemerintah tidak pernah konsisten bin istikomah dengan apa yang telah di rencanadkan. Lihat saja, kasus korupsi misalnya, penanganan korupsi menimbulkan korupsi baru bahkan lebih besar dari yang ditangani. Lucu kan?


Menghitung Kekayaan Bill Gates

Bill Gates datang ke Indonesia. Media ramai
memberitakannya. Secara khusus ia juga disambut oleh
Presiden RI. Hmm… orang kaya memang selalu bikin
berita. Ngomong2, yuk kita itung kekayaan Bill Gates.

1. Bill Gates menghasilkan US$250 setiap detiknya, itu
sekitar US$20 juta sehari dan US$7,8 milyar setahun!

2. Jika dia menjatuhkan US$1.000, dia bahkan tidak
perlu repot-repot lagi untuk mengambilnya kembali
karena sama dengan waktu 4 detik untuk mengambil, dia
sudah memperoleh penghasilan dalam jumlah yang sama.

3. Utang nasional Amerika sekitar US$5,62 trilyun,
jika Bill Gates akan membayar sendiri utang itu, dia
akan melunasinya dalam waktu kurang dari 10 tahun.

4. Dia dapat menyumbangkan US$15 kepada semua orang di
dunia tapi tetap dapat menyisakan US$5 juta sebagai
uang sakunya.

5. Michael Jordan adalah atlit yang dibayar paling
mahal di Amerika. Jika dia tidak makan dan minum dan
tetap membiarkan penghasilannya utuh dalam setahun
sejumlah US$30 juta, dia tetap harus menunggu sampai
277 tahun agar bisa sekaya Bill Gates sekarang.

6. Jika Bill Gates adalah sebuah negara, dia akan
menjadi negara terkaya sedunia nomor ke 37 atau jadi
perusahaan Amerika terbesar nomor 13, bahkan melebihi
IBM.

7. Jika semua uang Bill Gates ditukarkan ke dalam
pecahan US$1, kita dapat menyusunnya menjadi jalan
dari bumi ke bulan, 14 kali bolak balik. Tapi jalan
itu harus dibuat non stop selama 1.400 tahun dan
menggunakan total 713 buah pesawat Boeing 747 untuk
mengangkut semua uang itu.

8. Bill Gates sekarang berumur 40 tahun. Jika kita
mengasumsikan dia dapat hidup 35 tahun lagi maka dia
harus membelanjakan US$6,78 juta per hari untuk
menghabiskan semua uangnya sebelum dia pergi ke surga.

9. Tapi! Jika pemakai Microsoft Windows dapat
mengklaim US$1 untuk setiap kali komputernya hang
karena Microsoft Windows, Bill Gates akan segera
bangkrut dalam waktu 3 tahun!

Untuk yang membaca........ jangan di pikirkan terlalu serius yaaa
entar setres lhoooooo.........,
Kalau setres gara-garamikirin uang bill gates, maka akan menambah
jumlah orang setres di Indonesia, sehingga keadan indonesia semakin tidak produktif
karena rakyatnya banyak yang saraf.............
OK brow?

Minggu, 20 April 2008

Kabar Dari Aku

Dalam rangka mencerdaskan bangsa, rupanya banyak orang yang sepakat untuk memilih Pndidikan sebagai pintu utamanya (baca; pendidikan dalam arti luas). Duduk di bangku sekolah hingga berjam-jam, duduk manis di bangku kuliah walau sambil terkantuk-kantuk mengikuti pelatiha-pelatihan walau hanya datang untuk mencari kenalan baru.

Namun terlepas dari itu, pendidikan itu - lah yang sampai saat ini menjadi kegandrungan banyak orang untuk mencerdaskan anak bangsa

Orang tua-tua kita seing bilang,' nak, klo sekolah yang rajin, biar menjadi orang yang berguna' begitu katanya, namun yang menjadi persoalan pelik hari ini bagaimana kemudian menyikapi berbagai tantangan yang 'saya tidak tau' di sengaja atau tidak di buat dalam dunia pendidikan kita, seperti halnya, mahalnya ongkos pendidikan, tidak siapnya kurikulum, kabar yang terbaru ini yaitu rumitnya standarisasi kelulusan.

Berbicara standarisasi kaelulusan memang banyak persepsi, bagi yang pro standart tersebut memang sudah seharusnya standart kelulusan itu di perbaiki, akan tetapi siapkah anak didik kita menerima kenyataan tersebut?, kalau bicara tehnis memang betul, kita harus lebih maju daripada hari kemaren, akan tetapi pernahkan kita melihat pula kemana akan maju? ada apa di depan?, itu lah yang saya pikir hal-hal tersebut yang belum sempat terfikirkan oleh banyak orang.

Bagi yang tidak setuju terhadap standart kelulusan tersebut, mengatakan bahwa "kita ini ibarat orang kerdil yang memakai celana orang yang tinggi gede, jadi mlorot terus, bukan malah cakep di pandang melaninkan ribet baik bagi yang melihat maupun yang memakai.

Faktanya Sekarang...................


Tiga hari yang lalu, saya bertemu dengan seorang laki-laki (sebut saja X) setengah baya di pasar yang kebetulan masih tetangga saya, dia memiliki seorang anak yang masih duduk di di kela XII, yang pada 23 pril 2008 melaksanakan UN (ujian nasional)
x. Mas manaf, katanya sambil menghisap rokoknya, bagai mana anak saya klo tidak lulus ujian ya mas, sedangkan sekarang standart nilainya naik tinggi.
m. yaaaaaa......belajar pak, kata ku
x. masalahnya bukan belajar atau tidak mas, tapi opo negoro iku ndak mikir, dengan standart nilai yang melangit seperti itu, indonesia menjadi lumbung anak-anak putus sekolah....katanya sambil mengernyitkan dahinya, dengan nada serius , iya kalau sadar, tidak lulus ujian melanjutkan kejar paket, lah kalau bunuh diri? itu artinya akan menambah angka kematian.
m. iya pak, lawong aku sekarang aja juga mikir seperti itu.
x. mas, persoalan itu jangan hanya di pikir, tapi dicari solusinya, iya toh (semuanya dalam bahasa jawa).

Saya baru saja bertemu kepala sekolah yang sedang sibuk belanja kartu perdana di sebuah counter HP, sebut saja paijo,
pak, kok beli kartu perdana banyak, 'pikir saya pindah profesi jualan pulsa'. iya mas jawabnya,
untuk apa pak, tanya ku. ya ini untuk persiapan besok anak-anak mau UN. apa hubungannya kartu perdana dengan anak-anak yang mau UN, tanyaku
Sekarang mas, standart nilai lulus ujian itu susah, hasil try out kemarin menunjukkan hasil yang tidak menyenangkan, nah, ini sebagai teknis jaga-jaga aja mas menganti sipasi anak didik kita agar tidak terjadi nasib seperti try out, terus kira-kira, salahkah saya ya mas?, Letak kesalahannya dimana? saya kan niat menolong. katanya sambil ngelus-ngelus dadanya

Sealitas di atas saya pikir cukup untuk di jadikan sebuah referensi untuk efaluasi, apakah memang benar dan betul-betul siap Indonesia dengan standarisasi nilai yang merokt itu? sementara di daerah-daerah masih kebingungan?

Inilah yang harus jadi perhatian bersama, lebih-lebih pemerintah yang harus bekerja keras.

Kamis, 10 April 2008

BIARKAN CALON GUBERNUR DAN BUPATI BERHADAPAN DI DEPAN RAKYAT

(pernah dimuat harian SURYA, 12 Januari 2007)

Pemilihan Gubernur Jawa Timur (Jatim) memang masih 1,5 tahun lagi. Tetapi kasak-kusuknya sudah mulai kelihatan dari sekarang. Masing-masing calon sudah “mencuri” start dengan melakukan kegiatan populis dan mendekatkan diri ke masyarakat untuk menyongsongnya. Beberapa nama yang sering disebut seperti Soenarjo (Wagub), Soetjipto (Ketua DPP PDI-P), Soekarwo (Sekdaprov), Saifullah Yusuf (Menteri Negara Daerah tertinggal) sudah muali bersaing.

Yang penting untuk diperhatikan adalah bagaimana pra kondisi tersebut dipersiapkan agar Pemilihan Gubernur benar-benar sesuai aspirasi rakyat, demokratis, punya kemampuan memimpin, punya kredibilitas, moralitas, kearifan yang bisa dipertanggungjawabkan.

Pertanyaan menggelitik yang menyertai harapan ideal tersebut adalah apakah perangkat untuk mencapai tataran ideal itu sudah disiapkan? Apakah elite politik daerah sebagai pembuat kebijakan peraturan tentang pemilihan tersebut juga sudah seide dan seirama dengan apa yang diidealkan masyarakat?

Dari pemberitaan media massa yang terbit di Jatim, elite politik daerah kita agaknya belum sepakat bulat agar nanti tercapai calon gubernur yang berkualitas. Dengan kata lain, sepakat bulat ini hal ini adalah aplikasi kongkrit berupa perangkat peraturan dalam usaha menjaring bakal calon gubernur itu.

Salah satu perangkat serta metode yang perlu diusahakan agar terjaring calon gubernur yang benar-benar berkualitas adalah dengan dibuat peraturan tentang perlunya debat publik bagi calon gubernur. Implikasinya paling tidak adalah mereka yang punya keinginan menjadi calon gubernur akan mempersiapkan diri. Dengan demikian, debat publik menjadi penting untuk dilaksanakan. Bukankah penegakan demokrasi yang kokoh juga perlu adanya pra kondisi seperti pelaksanaan debat publik sebelum pemilihan?

Dengan debat publik para calon gubernur itu diharapkan mampu meyakinkan kepada rakyat mengenai program dan misi yang akan dibawanya. Penyampaian visi dan misi calon gubernur bahkan presiden dengan debat publik itu, lazim dilakukan di negara-negara demokrasi seperti di Amerika Serikat.

Pentingnya Debat Publik

Jika diamati lebih jeli, debat publik calon gubernur akan punya kelebihan sebagai berikut; pertama, rakyat di daerah akan mengetahui misi dan visi calon gubernurya di masa-masa yang akan datang. Dalam debat itu calon gubernur juga bisa menyampaikan pandangannya untuk menyelesaikan persoalan ekonomi, politik, penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) atau persoalan lain yang urgen untuk segera diselesaikan.

Dalam hal ini pula, rakyat daerah akan tahu siapa calon gubernur yang cocok dalam situasi sekarang. Cara ini juga akan menghindari calon gubernur yang punya pendukung banyak tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Atau kalau rakyat tidak ingin gubernurnya nanti punya sifat pendiam, tetapi mempunyai uang berimpah dengan cara ini akan bisa dihindari.

Terlebih lagi, cara tersebut juga akan menghadirkan gubernur yang cakap dalam segala hal dan bukan lagi gubernur yang hanya mengandalkan popularitas semata. Sebab bisa jadi selama ini, ada calon gubernur yang dibesarkan di media massa (seperti selebritis), tetapi setelah diadakan debat calon gubernur ternyata ia tidak cakap baik menyangkut kewibahaan, keahlian, kearifan maupun kemampuan dalam memimpin.

Wawasan kebangsan, kenegaraan serta kerakyatan juga akan bisa terlihat dalam metode pra pelaksanaan pemilihan gubernur dengan model debat seperti ini. Sebab wawasan kebangsaan, kenegaraan dan kerakyatan tidak bisa hanya dipilih berdasarkan penilaian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang sangat mungkin terjadi penilaian subjektif. Wawasan kebangsaan, kenegaraan dan kerakyatan harus diserahkan kepada rakyat. Apakah calon gubernur tersebut sudah punya kriteria seperti yang diharapkan rakyat, rakyat sendirilah yang nanti akan memilihnya.

Selama ini, apa yang dianggap baik oleh rakyat belum tentu baik bagi DPRD begitu juga sebaliknya. Dengan debat publik kekhawatiran tersebut di atas akan bisa diatasi.

Kedua, debat publik calon gubernur ini juga akan bisa memilih gubernur yang memiliki moralitas publik yang baik. Misalnya, ia tak terlibat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), melanggar HAM, perilaku melawan hukum, perilaku mau menang sendiri yang tercermin dalam sikap acuh dengan aspirasi rakyat.

Termasuk di sini juga dalam moralitas publik seperti tidak pernah melakukan pembohongan publik, kesediaan mengumumkan kekayaan pribadi, kesediaan melepaskan semua jabatan baik di Organisasi Massa (Ormas), Organisasi Sosial Politik (Orsospol), Yayasan atau jabatan lain yang nanti akan menimbulkan dualisme kepemimpinan atau konflik kepentingan yang akan mempengaruhi kinerja dirinya sebagai gubernur. Dan yang tak kalah pentingnya adalah komitmennya dalam melaksanakan amanat konstitusi dan peraturan daerah yang berlaku.

Metode Pelaksanaan

Adapun pelaksanaan debat publik itu bisa dengan debat di panggung terbuka yang dihadiri oleh semua lapisan masyarakat. Dari sini nanti masyarakat bisa menyampaikan pertanyaan dan komentarnya atas materi, penampilan dari calon gubernurnya. Dan secara langsung pula, calon gubernur tersebut harus menjawabnya. Perkara nanti apakah jawabannya memuaskan atau tidak itu bukan masalah. Tetapi calon gubernur harus menjawab dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sini akan terlihat siapa calon gubernur yang hanya punya retorika cakap semata tetapi tidak sesuai dengan perilakunya sehari-hari atau tidak punya konsep yang jelas akan kelihatan. Apakah jawabannya klasik dan klise akan terlihat pula dalam program ini.

Cara tersebut akan mengakhiri kekhawatiran punya gubernur pendiam dan tak trengginas (masa bodoh) dalam menghadapi tuntutan masyarakatnya. Tetapi kekurangan cara ini (karena tampil langsung di hadapan masyarakat yang terbatas) tidak banyak diketahui oleh seluruh masyarakat daerah di Jatim.

Untuk mengatasi kekurangan ini, debat publik bisa dilakukan secara bergantian di beberapa daerah. Cara ini juga membutuhkan biaya yang besar. Tetapi bukankah provinsi bisa memfasilitasinya? Bukankah dana untuk pelaksanaan debat publik itu juga untuk tujuan kongkrit demi masa depan provinsi Jatim?

Untuk menekan biaya, pembuat kebijakan tentang debat publik (katakankah DPRD) terlebih dahulu menjaring bakal calon gubernur tersebut dengan kriteria yang sudah diumumkan ke publik. Tahap kedua menyeleksi siapa saja yang pantas dan layak menjadi bakal calon. Misalnya, terdapat tiga atau lima orang bakal calon. Setelah ditetapkan tiga atau lima orang ini selanjutnya punya kewajiban melaksanakan dan menghadiri debat publik di setiap daerah yang sudah dijadwalkan.

Kalau cara seleksi ini dikhawatirkan berbau “politik uang” karena dipilih oleh DPRD, maka DPRD atau elite politik lain di daerah menetapkan siapa anggota atau panitia seleksi. Misalnya dari kalangan independen di masyarakat.

Selain debat publik secara terbuka dan berganti antar daerah, maka cara lain bisa dilakukan yakni dengan debat yang disiarkan oleh media massa (televisi atau radio). Dari sini masyarakat akan tahu penampilan calon gubernurnya. Perkara apakah pemirsa boleh berpartsipasi langsung atau tidak bisa diatur kemudian oleh panitia pelaksana (organising committee).

Atau, diadakan debat langsung dengan beragam topik. Ini tentunya akan memakan waktu beberapa kali tayangan langsung sesuai dengan topik yang diperbincangkan. Misalnya, hari ini tentang topik ekonomi, besoknya tentang hukum dan seterusnya. Masalahnya, jika ia sudah menjadi gubernur mau tidak mau harus mengetahui banyak hal di segala bidang, perkara dia nanti akan punya staf ahli bukan itu soal lain. Yang jelas keputusan akhir ada di tangannya.

Agar Lebih Ideal

Sebenarnya, ada hal ideal yang menyertai ide tentang pelaksanaan debat publik yakni perlunya pemilihan secara langsung calon gubernur. Jadi pemilihannya benar-benar demokratis dan sesuai tuntutan rakyat di daerah.

Dengan kata lain, pelaksanaan debat publik memang ideal dan lebih demokratis dari yang selama ini dilaksanakan. Tetapi akan lebih ideal dan demokratis lagi seandainya tahap akhir proses pemilihan tersebut diakhiri dengan pemilihan langsung. Alasannya sederhana, debat publik yang sudah bisa menghasilkan calon gubernur yang berkualitas tanpa diimbangi dengan pemilihan langsung akhirnya akan kandas di tengah jalan. Bisa jadi, harapan masyarakat akan seorang sosok gubernur yang punya integritas, kewibawaan dan moralitas yang bisa dipertanggungjawabkan akan dihambat oleh DPRD karena politik uang. Artinya, calon gubernur yang tidak berkualitas bisa menjadi gubernur karena melakukan politik uang.

Di sinilah debat publik yang diakhiri dengan pemilihan langsung calon gubernur punya makna yang lebih dalam tidak sekedar debat untuk mencari gubernur berkualitas, tetapi rakyat juga bisa merasakan sendiri hasil pilihannya dan bukan menitipkan suaranya pada DPRD. Jadi debat publik dengan pemilihan gubernur langsung adalah setali tiga uang. Dan provinsi Jatim bisa mempelopori praktik pemilihan gubernur model seperti itu.

Sabtu, 05 April 2008

Sepertinya nafas-nafas pilkada di lumajang semakin panas dan semakin menggairahkan 'bahasa mereka para pemain'. dari sekian kandidat yang siap untuk tampil di meja putaran demokrasi mulai mempersiapkan dirinya, apa lagi, kanbarnya KPU bulan depan mulai membula pendaftaran. Pada saat itu lah kandidat dan wakilnya menentukan nasip dan takdirnya.
seperti yang di katakan banyak orang bahwa moment pilkada adalah saat-saat yang paling menguntungkan untuk cari duit, kenapa demikian? sebab pada umumya dari masing-masing calon yang akan naik ke panggung pemilihan biasanya bagi-bagi rejeki untuk menggaet simpatisan yang akan memilihnya.
keadaan yang sedemikianlah yang di bingungkan oleh banyak kalangan ketika keadaan sebuah ngara, bangsa dan atau kau sekalipun kaum yang dilanda pergeseran nilaimoral bangsanya.
Ketika pemimpin bertahta dan korup, siapa yang harus di persalahkan, dan ketika rakyat jungkir balik cari nafkah dan kemiskinan yang meraja lela, siapa yang harus bertanggung jawab, dan ketika pergeseran nilai-nilai moral sudah diambang kehancuran, siapa yang akan menghalangi dan menentangnya. Semua pertanyaan itu patut di pertanyakan mengingat maju dan mundurnya sebuah bangsa dan atau negara itu tidak lebih bagai mana kamudian melihat bagaimana kemudian pemimpinnya.
Ketika para pemimpin suatu bangsa melihat bahwa sebuah tujuan harus di capai dengan segala cara, dalam tanda "juga harus di tempuh dengan jalan yang tidak sehat" , jangan-jangan yang memulai dan mamberi pelajaran tentang ketidakadilan pada masyarakat di suatu negara adalah negara itu sendiri. Atau malah sebaliknya, yang merekomendasikan korup dan ketidak adilan adalah masyarakat itu sendiri.
Marilah kita lihat bersama-sama kondisi yang sedang menjadi tren hari ini.
Pertama, ketika awal kali pertama calon pemimpin mau naik tahta, untuk meraih dukungan sebanyak-bayaknya dari halayak, apa yang kira-kira banyak dilakukannya?
Kedua, ketika hiruk pikuk pesta demokrasi akan di laksanakan, tidak ada lain yang terbayang di mata masyarakat pemilih hanyalah duit alias uang.
ketiga, banyaka orang yang mendeskripsikan bahwa, pesta demokrasi yang dilakukan bukan pesta untuk rakyat, akan tetapai untuk penguasa yang mencari uang dan siap untuk menjadi orang kaya baru.
Itulah sedikit gambaran



Jumat, 04 April 2008

TENTANG AKU

MANAF, itulah nama yang ku sandang sejak aku terlahir 25 tahun yang lalu tepatnya di 07 april 1983.
Aku di besarkan dalam keluarga yang sederhana akakn tetapi bersahaja.
6 tahun kemudian, manaf kecil mulai duduk di bangku SD dan enam kemudian manaf kecil lulus dengan peringkat yang tidak mengecewakan.
Oleh karena kehidupan orang tua yang agamis fanatis, dimasukkanlah aku kelingkungan pesantren untuk menuntut ilmu agama disamping aku juga melanjutkan sekolah lanjutan tingkat pertama + sekolah lanjutan tingkat atas di pesantren. Hingga kemudian llulus tahu 2000/ 2001 dengan peringkat yang begitu memuaskan.
Karena manaf 'gede' sadar akan kehausannya pada ilmu pengetahuan, maka kemudian ia melanjutkan studynya di perguruan tinggi swasta yang ada du kota Lumajang 'yang orang menyebutnya 'kota pisang''.
Lulus tahun 2005/2006 yang lalu dan hingga kini manaf dewasa memnjadi asisten pribadi salah satu anggota DPR-RI.