Mengenai Saya

Foto saya
Lumajang, jawa timur, Indonesia
manaf adalah seorang pengembara yang terlahir 25 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 07 april 1983

Kamis, 10 April 2008

BIARKAN CALON GUBERNUR DAN BUPATI BERHADAPAN DI DEPAN RAKYAT

(pernah dimuat harian SURYA, 12 Januari 2007)

Pemilihan Gubernur Jawa Timur (Jatim) memang masih 1,5 tahun lagi. Tetapi kasak-kusuknya sudah mulai kelihatan dari sekarang. Masing-masing calon sudah “mencuri” start dengan melakukan kegiatan populis dan mendekatkan diri ke masyarakat untuk menyongsongnya. Beberapa nama yang sering disebut seperti Soenarjo (Wagub), Soetjipto (Ketua DPP PDI-P), Soekarwo (Sekdaprov), Saifullah Yusuf (Menteri Negara Daerah tertinggal) sudah muali bersaing.

Yang penting untuk diperhatikan adalah bagaimana pra kondisi tersebut dipersiapkan agar Pemilihan Gubernur benar-benar sesuai aspirasi rakyat, demokratis, punya kemampuan memimpin, punya kredibilitas, moralitas, kearifan yang bisa dipertanggungjawabkan.

Pertanyaan menggelitik yang menyertai harapan ideal tersebut adalah apakah perangkat untuk mencapai tataran ideal itu sudah disiapkan? Apakah elite politik daerah sebagai pembuat kebijakan peraturan tentang pemilihan tersebut juga sudah seide dan seirama dengan apa yang diidealkan masyarakat?

Dari pemberitaan media massa yang terbit di Jatim, elite politik daerah kita agaknya belum sepakat bulat agar nanti tercapai calon gubernur yang berkualitas. Dengan kata lain, sepakat bulat ini hal ini adalah aplikasi kongkrit berupa perangkat peraturan dalam usaha menjaring bakal calon gubernur itu.

Salah satu perangkat serta metode yang perlu diusahakan agar terjaring calon gubernur yang benar-benar berkualitas adalah dengan dibuat peraturan tentang perlunya debat publik bagi calon gubernur. Implikasinya paling tidak adalah mereka yang punya keinginan menjadi calon gubernur akan mempersiapkan diri. Dengan demikian, debat publik menjadi penting untuk dilaksanakan. Bukankah penegakan demokrasi yang kokoh juga perlu adanya pra kondisi seperti pelaksanaan debat publik sebelum pemilihan?

Dengan debat publik para calon gubernur itu diharapkan mampu meyakinkan kepada rakyat mengenai program dan misi yang akan dibawanya. Penyampaian visi dan misi calon gubernur bahkan presiden dengan debat publik itu, lazim dilakukan di negara-negara demokrasi seperti di Amerika Serikat.

Pentingnya Debat Publik

Jika diamati lebih jeli, debat publik calon gubernur akan punya kelebihan sebagai berikut; pertama, rakyat di daerah akan mengetahui misi dan visi calon gubernurya di masa-masa yang akan datang. Dalam debat itu calon gubernur juga bisa menyampaikan pandangannya untuk menyelesaikan persoalan ekonomi, politik, penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) atau persoalan lain yang urgen untuk segera diselesaikan.

Dalam hal ini pula, rakyat daerah akan tahu siapa calon gubernur yang cocok dalam situasi sekarang. Cara ini juga akan menghindari calon gubernur yang punya pendukung banyak tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Atau kalau rakyat tidak ingin gubernurnya nanti punya sifat pendiam, tetapi mempunyai uang berimpah dengan cara ini akan bisa dihindari.

Terlebih lagi, cara tersebut juga akan menghadirkan gubernur yang cakap dalam segala hal dan bukan lagi gubernur yang hanya mengandalkan popularitas semata. Sebab bisa jadi selama ini, ada calon gubernur yang dibesarkan di media massa (seperti selebritis), tetapi setelah diadakan debat calon gubernur ternyata ia tidak cakap baik menyangkut kewibahaan, keahlian, kearifan maupun kemampuan dalam memimpin.

Wawasan kebangsan, kenegaraan serta kerakyatan juga akan bisa terlihat dalam metode pra pelaksanaan pemilihan gubernur dengan model debat seperti ini. Sebab wawasan kebangsaan, kenegaraan dan kerakyatan tidak bisa hanya dipilih berdasarkan penilaian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang sangat mungkin terjadi penilaian subjektif. Wawasan kebangsaan, kenegaraan dan kerakyatan harus diserahkan kepada rakyat. Apakah calon gubernur tersebut sudah punya kriteria seperti yang diharapkan rakyat, rakyat sendirilah yang nanti akan memilihnya.

Selama ini, apa yang dianggap baik oleh rakyat belum tentu baik bagi DPRD begitu juga sebaliknya. Dengan debat publik kekhawatiran tersebut di atas akan bisa diatasi.

Kedua, debat publik calon gubernur ini juga akan bisa memilih gubernur yang memiliki moralitas publik yang baik. Misalnya, ia tak terlibat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), melanggar HAM, perilaku melawan hukum, perilaku mau menang sendiri yang tercermin dalam sikap acuh dengan aspirasi rakyat.

Termasuk di sini juga dalam moralitas publik seperti tidak pernah melakukan pembohongan publik, kesediaan mengumumkan kekayaan pribadi, kesediaan melepaskan semua jabatan baik di Organisasi Massa (Ormas), Organisasi Sosial Politik (Orsospol), Yayasan atau jabatan lain yang nanti akan menimbulkan dualisme kepemimpinan atau konflik kepentingan yang akan mempengaruhi kinerja dirinya sebagai gubernur. Dan yang tak kalah pentingnya adalah komitmennya dalam melaksanakan amanat konstitusi dan peraturan daerah yang berlaku.

Metode Pelaksanaan

Adapun pelaksanaan debat publik itu bisa dengan debat di panggung terbuka yang dihadiri oleh semua lapisan masyarakat. Dari sini nanti masyarakat bisa menyampaikan pertanyaan dan komentarnya atas materi, penampilan dari calon gubernurnya. Dan secara langsung pula, calon gubernur tersebut harus menjawabnya. Perkara nanti apakah jawabannya memuaskan atau tidak itu bukan masalah. Tetapi calon gubernur harus menjawab dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sini akan terlihat siapa calon gubernur yang hanya punya retorika cakap semata tetapi tidak sesuai dengan perilakunya sehari-hari atau tidak punya konsep yang jelas akan kelihatan. Apakah jawabannya klasik dan klise akan terlihat pula dalam program ini.

Cara tersebut akan mengakhiri kekhawatiran punya gubernur pendiam dan tak trengginas (masa bodoh) dalam menghadapi tuntutan masyarakatnya. Tetapi kekurangan cara ini (karena tampil langsung di hadapan masyarakat yang terbatas) tidak banyak diketahui oleh seluruh masyarakat daerah di Jatim.

Untuk mengatasi kekurangan ini, debat publik bisa dilakukan secara bergantian di beberapa daerah. Cara ini juga membutuhkan biaya yang besar. Tetapi bukankah provinsi bisa memfasilitasinya? Bukankah dana untuk pelaksanaan debat publik itu juga untuk tujuan kongkrit demi masa depan provinsi Jatim?

Untuk menekan biaya, pembuat kebijakan tentang debat publik (katakankah DPRD) terlebih dahulu menjaring bakal calon gubernur tersebut dengan kriteria yang sudah diumumkan ke publik. Tahap kedua menyeleksi siapa saja yang pantas dan layak menjadi bakal calon. Misalnya, terdapat tiga atau lima orang bakal calon. Setelah ditetapkan tiga atau lima orang ini selanjutnya punya kewajiban melaksanakan dan menghadiri debat publik di setiap daerah yang sudah dijadwalkan.

Kalau cara seleksi ini dikhawatirkan berbau “politik uang” karena dipilih oleh DPRD, maka DPRD atau elite politik lain di daerah menetapkan siapa anggota atau panitia seleksi. Misalnya dari kalangan independen di masyarakat.

Selain debat publik secara terbuka dan berganti antar daerah, maka cara lain bisa dilakukan yakni dengan debat yang disiarkan oleh media massa (televisi atau radio). Dari sini masyarakat akan tahu penampilan calon gubernurnya. Perkara apakah pemirsa boleh berpartsipasi langsung atau tidak bisa diatur kemudian oleh panitia pelaksana (organising committee).

Atau, diadakan debat langsung dengan beragam topik. Ini tentunya akan memakan waktu beberapa kali tayangan langsung sesuai dengan topik yang diperbincangkan. Misalnya, hari ini tentang topik ekonomi, besoknya tentang hukum dan seterusnya. Masalahnya, jika ia sudah menjadi gubernur mau tidak mau harus mengetahui banyak hal di segala bidang, perkara dia nanti akan punya staf ahli bukan itu soal lain. Yang jelas keputusan akhir ada di tangannya.

Agar Lebih Ideal

Sebenarnya, ada hal ideal yang menyertai ide tentang pelaksanaan debat publik yakni perlunya pemilihan secara langsung calon gubernur. Jadi pemilihannya benar-benar demokratis dan sesuai tuntutan rakyat di daerah.

Dengan kata lain, pelaksanaan debat publik memang ideal dan lebih demokratis dari yang selama ini dilaksanakan. Tetapi akan lebih ideal dan demokratis lagi seandainya tahap akhir proses pemilihan tersebut diakhiri dengan pemilihan langsung. Alasannya sederhana, debat publik yang sudah bisa menghasilkan calon gubernur yang berkualitas tanpa diimbangi dengan pemilihan langsung akhirnya akan kandas di tengah jalan. Bisa jadi, harapan masyarakat akan seorang sosok gubernur yang punya integritas, kewibawaan dan moralitas yang bisa dipertanggungjawabkan akan dihambat oleh DPRD karena politik uang. Artinya, calon gubernur yang tidak berkualitas bisa menjadi gubernur karena melakukan politik uang.

Di sinilah debat publik yang diakhiri dengan pemilihan langsung calon gubernur punya makna yang lebih dalam tidak sekedar debat untuk mencari gubernur berkualitas, tetapi rakyat juga bisa merasakan sendiri hasil pilihannya dan bukan menitipkan suaranya pada DPRD. Jadi debat publik dengan pemilihan gubernur langsung adalah setali tiga uang. Dan provinsi Jatim bisa mempelopori praktik pemilihan gubernur model seperti itu.