Mengenai Saya

Foto saya
Lumajang, jawa timur, Indonesia
manaf adalah seorang pengembara yang terlahir 25 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 07 april 1983

Minggu, 20 April 2008

Kabar Dari Aku

Dalam rangka mencerdaskan bangsa, rupanya banyak orang yang sepakat untuk memilih Pndidikan sebagai pintu utamanya (baca; pendidikan dalam arti luas). Duduk di bangku sekolah hingga berjam-jam, duduk manis di bangku kuliah walau sambil terkantuk-kantuk mengikuti pelatiha-pelatihan walau hanya datang untuk mencari kenalan baru.

Namun terlepas dari itu, pendidikan itu - lah yang sampai saat ini menjadi kegandrungan banyak orang untuk mencerdaskan anak bangsa

Orang tua-tua kita seing bilang,' nak, klo sekolah yang rajin, biar menjadi orang yang berguna' begitu katanya, namun yang menjadi persoalan pelik hari ini bagaimana kemudian menyikapi berbagai tantangan yang 'saya tidak tau' di sengaja atau tidak di buat dalam dunia pendidikan kita, seperti halnya, mahalnya ongkos pendidikan, tidak siapnya kurikulum, kabar yang terbaru ini yaitu rumitnya standarisasi kelulusan.

Berbicara standarisasi kaelulusan memang banyak persepsi, bagi yang pro standart tersebut memang sudah seharusnya standart kelulusan itu di perbaiki, akan tetapi siapkah anak didik kita menerima kenyataan tersebut?, kalau bicara tehnis memang betul, kita harus lebih maju daripada hari kemaren, akan tetapi pernahkan kita melihat pula kemana akan maju? ada apa di depan?, itu lah yang saya pikir hal-hal tersebut yang belum sempat terfikirkan oleh banyak orang.

Bagi yang tidak setuju terhadap standart kelulusan tersebut, mengatakan bahwa "kita ini ibarat orang kerdil yang memakai celana orang yang tinggi gede, jadi mlorot terus, bukan malah cakep di pandang melaninkan ribet baik bagi yang melihat maupun yang memakai.

Faktanya Sekarang...................


Tiga hari yang lalu, saya bertemu dengan seorang laki-laki (sebut saja X) setengah baya di pasar yang kebetulan masih tetangga saya, dia memiliki seorang anak yang masih duduk di di kela XII, yang pada 23 pril 2008 melaksanakan UN (ujian nasional)
x. Mas manaf, katanya sambil menghisap rokoknya, bagai mana anak saya klo tidak lulus ujian ya mas, sedangkan sekarang standart nilainya naik tinggi.
m. yaaaaaa......belajar pak, kata ku
x. masalahnya bukan belajar atau tidak mas, tapi opo negoro iku ndak mikir, dengan standart nilai yang melangit seperti itu, indonesia menjadi lumbung anak-anak putus sekolah....katanya sambil mengernyitkan dahinya, dengan nada serius , iya kalau sadar, tidak lulus ujian melanjutkan kejar paket, lah kalau bunuh diri? itu artinya akan menambah angka kematian.
m. iya pak, lawong aku sekarang aja juga mikir seperti itu.
x. mas, persoalan itu jangan hanya di pikir, tapi dicari solusinya, iya toh (semuanya dalam bahasa jawa).

Saya baru saja bertemu kepala sekolah yang sedang sibuk belanja kartu perdana di sebuah counter HP, sebut saja paijo,
pak, kok beli kartu perdana banyak, 'pikir saya pindah profesi jualan pulsa'. iya mas jawabnya,
untuk apa pak, tanya ku. ya ini untuk persiapan besok anak-anak mau UN. apa hubungannya kartu perdana dengan anak-anak yang mau UN, tanyaku
Sekarang mas, standart nilai lulus ujian itu susah, hasil try out kemarin menunjukkan hasil yang tidak menyenangkan, nah, ini sebagai teknis jaga-jaga aja mas menganti sipasi anak didik kita agar tidak terjadi nasib seperti try out, terus kira-kira, salahkah saya ya mas?, Letak kesalahannya dimana? saya kan niat menolong. katanya sambil ngelus-ngelus dadanya

Sealitas di atas saya pikir cukup untuk di jadikan sebuah referensi untuk efaluasi, apakah memang benar dan betul-betul siap Indonesia dengan standarisasi nilai yang merokt itu? sementara di daerah-daerah masih kebingungan?

Inilah yang harus jadi perhatian bersama, lebih-lebih pemerintah yang harus bekerja keras.